Kamis, 15 Mei 2014

Mereka Orang yang Aku Sayang


Sahabat yang selalu ada untuk kita dikala kita sedih maupun senang, dikala semua menjauh hanya sahabat yang mendekat dan dikala kita menangis sahabat mampu membuat kesedihan menjadi senyuman ketegaran.
Naomi, gadis yang selalu bercerita tentang kehidupan dirinya kepada sahabat dekatnya, Ishida. Naomi dan Ishida sudah berteman sejak mereka duduk di kelas 1 sekolah menengah pertama. Di kelas, mereka duduk di kursi yang bersebelahan, mereka belajar bersama, bermain bersama, dan hampir begitu setiap harinya. Naomi menganggap Ishida bukan hanya sahabatnya tetapi sebagai kakak yang selalu membuat dia merasa telindungi oleh perhatian dan seluruh sikap Ishida.
“Ya udah mi, kamu jangan sedih gitu dong, aku udah bilang kan, jangan sedih gitu! Meskipun nilai kamu jelek seperti itu karena salah kamu yang selalu “twitter-an” mulu tiap hari bahkan sampai saat makan. Terima akibatnya deh nih.” Ujar Ishida saat menenangkan Naomi yang menangis semenjak pulang sekolah tadi.
“Iya bawel, aku tau kok, makanya aku nyesel banget nih.” Jawab Naomi dengan suara yang serak karena masih saja menangis.
“Sampai kapan kamu akan menangisi semuanya Naomi?  Nih minum dulu, supaya tangisan kamu ga terus-terusan buat aku pusing nih.” Ishida memberikan segelas air putih kepada Naomi dan melanjutkan ocehannya, “Agar kamu tidak sedih lagi, lebih baik sekarang kita jalan-jalan, terus kita lihat novel-novel baru di toko buku. Setuju?”
“Oke! Kita pergi sekarang.” Naomi langsung bersemangat dengan ajakan Ishida. Seharian itu Naomi memang benar-benar melepaskan rasa sedihnya sampai dirinya kembali tertawa dan tersenyum kembali.
***
Saat hari sudah gelap dan jam tangan digital Naomi menggambarkan angka 18:45. Dirinya sudah sampai dirumah dan langsung bergegas membuka pintu rumahnya. Ia sudah kembali riang seperti biasanya.
Sesaat dia menghapus senyumnya dan mengerutkan kening. Suasana dirumahnya sangat sepi bahkan gelap, masih banyak lampu yang belum dinyalakan di setiap sudut rumah padahal hari sudah malam. Ia heran dengan keadaan yang terjadi karena tidak seperti biasanya keluarga Naomi pulang lebih dari waktu magrib apa lagi tidak mengabarkan dirinya dahulu.
Tanpa berpikir panjang, dia langsung mengeluarkan handphone-nya  dan menekan nomor kontak seseorang. Suara tanda tersambung sudah terdengar dan tiba-tiba, “Assalamualaikum?” suara itu berasal dari speaker handphone Naomi.
“Walaikumsalam. Halo? Mama? Kenapa belum pulang mah? Mama papa dimana?” pertanyaan Naomi begitu banyak akan suasana sepi dirumahnya.
“Iya iya sayang maaf ya mama papa sama adik-adikmu lagi ke rumah tante Fiska dulu sayang. Nanti jam 9 juga pulang kok.”
“Yaaaaaah mama kok ga ngajak kaka sih? Kaka jadi sendiri dirumah. Ya sudah deh kaka jaga rumah aja, kaka capek, jadi sepertinya tidak akan menyusul mama dan lainnya kesana. Ya mah?”
“Iya sayang.”
Klik. Telepon dimatikan. Sepi menyergapi seluruh ruangan, tapi rasa lelahnya pun tidak mengalahkan menyergap seluruh jiwa dan raga Naomi. Setelah menyalakan semua lampu dirumah dan menutup jendela, Naomi langsung masuk ke kamarnya dan ingin segera tidur.
“aaaaaaaaaaaaaa ternyata hari ini cukup melelahkan.”
Setelah bersiap-siap untuk tidur, dia menyalakan handphone-nya untuk mendengarkan lagu-lagu favoritnya. Suara dari handphone-nya itu terdengar cukup kencang, banyak lagu yang sudah terputar melalui gadget-nya itu. Namun tiba-tiba handphone-nya mati, dia terkejut, dan melihat ternyata baterai handphone-nya mati.
Saat dia akan mengisi baterai handphone-nya, tanpa ia duga semua ruangan mati, semua gelap dan tidak terlihat.
“Oh sial, kenapa harus mati lampu sih lagi home alone gini.”
Perasaan takut menghampirinya, apa yang harus dia lakukan sekarang, terakhir ia melihat jam dinding di kamarnya pukul 20.30 dan itu berarti masih satu jam ia harus menunggu keluarganya datang.
“Ah sebentar lagi juga mereka pulang, sebaiknya aku lebih bersabar menunggu mereka.”
Beberapa menit ia menunggu ia hanya bisa diam sambil memeluk kakinya sendiri duduk di atas kasurnya. Kamarnya begitu gelap dan membuat dia merasa mulai bosan dan kesal menunggu.
“Lama banget deh mereka ini. Apa mereka ga ingat ke aku?” gerutu Naomi tidak henti.
Naomi terus menunggu sampai akhirnya ia tertidur. Sesaat ia bangun, ternyata lampunya sudah menyala dan ia bergegas melihat jam, ternyata sudah pukul 11 malam. Dirinya langsung keluar kamar untuk mencari apa keluarganya sudah dirumah atau belum. Ternyata rumah masih terlihat sepi seperti sore tadi.
“Ya ampun, bener-bener deh mereka jam segini belum pulang. Apa mereka menginap? Ah tidak, aku tidak mau sendirian dirumah.”
Tanpa berpikir lama, dia langsung mencoba untuk menelpon orang tuanya namun tidak berhasil. Akhirnya dia mencoba menunggu di ruang keluarga sambil menonton tv.
Jarum jam diruangan itu sudah  menunjukan pukul  11 lewat 40 menit, tapi keluarganya tak kunjung pulang atau memberinya kabar. Naomi merasa kesal dan semakin kesal akan kejadian malam ini.
***
Tut.
Semua lampu dan sambungan listrik mati. Naomi merasa kekesalannya sudah mulai memuncak. Ia mulai marah-marah sendiri dan kesedihan terasa menyarang di benaknya. Dia berpikir semua orang tidak peduli padanya.
Sesaat lampu menyala dan terdengar suara.
“Kejutaaaaaaaaaaan!! Selamat ulang tahun Naomi sayang, maaf papa dan mama membuatmu kesal, kami tidak bermaksud jahat tetapi kami ingin memberimu kejutan ini sayang.” Ujar papa Naomi
“Naomiiiiiii, selamat ulang tahun sahabatku.” Ishida mengucapkan selamat kepada Naomi dan langsung memeluknya erat. “Semoga kamu semakin bisa dewasa ya cantik.” Lanjut Ishida.
“Terima kasih ya pah, mah, Ishida, dan teman-teman. Kalian baik banget ke aku. Aku sayang kalian.”
Suasana rumah saat itu berubah dratis menjadi ramai dan penuh canda tawa. Naomi pun merasa sangat bahagia dengan kejadian malam itu membuat kesan yang istimewa. Naomi bersyukur memiliki keluarga dan sahabat yang peduli kepadanya. Seandainya tuhan mengambil semua yang di milikinya itu entah apa yang akan dia lakukan selain menangis. Naomi sayang sekali kepada mereka.
***
Acara malam itu selesai, teman-teman Naomi pulang, sedangkan Ishida berencana menginap dirumah Naomi malam ini.
Betapa bahagianya hari itu setelah mendapatkan kejutan dari keluarganya dan teman-temannya itu.
“Ishida makasih ya kamu udah ikut ngasih kejutan. Aku bakalan ga nyangka bakal kayak gini, soalnya aku aja lupa nih sama ulang tahun aku.” Ujar Naomi sambil terkekeh mengingat kejadian tadi.
“Iya, aku seneng lihat kamu bisa tertawa dan senyum bebas lagi. Aku ga mau liat kamu nangis kayak tadi siang lagi ya dan kamu harus bisa berubah lebih baik lagi ya Naomi.” Jawab Ishida
“Iya dong”
“udah ah, kita tidur sekarang. Besok kan hari sabtu, jadi kita weekend-an terus kamu traktir aku. Setuju yah?”
“Baiklah.” Jawab Ishida, lalu dia langsung bersiap tidur.
Malam itu menjadi sangat bermakna bagi Naomi yang sudah menginjak 14 tahun. Semua itu tidak akan dilupakannya begitu saja.

“Naomi sayang mama, papa, keluarga, dan Ishida.” gumam Naomi sebelum dirinya pejamkan mata.

TRUE

By Cynthia Devni
            Di dunia ini di ciptakan semua berpasangan. Besar dan kecil, tinggi dan pendek, suka dan duka, bahagia dan luka, senyum dan tangis. Kehidupan tanpa badai tidak mungkin, kehidupan selalu cerah juga tidak mungkin.
***
            Diana. Gadis yang terlahir di keluarga kecil yang saling menyayangi tumbuh dengan kasih sayang kedua orang tuanya yang sangat mencintai dirinya. Papah Adi dan Mamah Eva. Bagi Diana mereka adalah orangtua yang hebat. Diana sangat menyayangi mereka.
            Diana tidak sendiri, ia memiliki adik perempuan yang berbeda 4 tahun lebih muda. Reita, mereka selalu bersama kapanpun dan dimanapun. Seperti sepasang kakak dan adik lainnya, merekapun seringkali bertengkar di kala merebutkan atau mendebatkan sesuatu.
***
            Kehidupan keluarga Diana tak seberuntung keluarga lainnya. Ketika Diana berumur 10 tahun, dirinya sudah ditinggalkan oleh Mamah Eva karena penyakit yang menyerang salah satu organ saraf pusat. Terpukulnya perasaan Diana saat itu membuat Diana dewasa. Pengalaman hidup yang tak pernah bisa dilupakan oleh Diana. Namun, jiwa Diana semakin dewasa, Diana semakin mandiri dan belajar untuk tetap tersenyum bahkan tertawa kembali untuk tetap mewujudkan cita-cita Mamah Eva. Diana selalu berusaha tegar saat melihat teman-temannya yang masih bisa bersama-sama ibunya untuk sekedar membawa raport sekolah atau membeli baju untuk dirinya. Dalam hati kecil Diana, dirinya memiliki rasa iri dan sedih dengan nasibnya itu.
            Suka dan duka yang di hadapi Diana, Reita dan Papah Adi memang dijalani bersama. Berlibur, makan bersama, belanja, atau sekedar berkumpul mereka jalani layaknya keluarga yang lengkap. Papah Adi bukan hanya sebagai ayah bagi Diana dan Reita, tapi sekaligus menjadi seorang ibu dan teman bagi mereka. Perjuangannya, kasih sayang dan pengorbanan yang tidak bisa di ukur dengan setumpuk uang atau emas sekalipun.
            4 tahun kemudian.
            Papah Adi, Diana, dan Reita meninggalkan rumah yang di tinggalinya sejak kepergian Mamah Eva, mereka pindah ke daerah lain yang mampu membangkitkan semangat hidup dan kehidupan mereka yang baru.
            Takdir memang takdir. Tuhan selalu memiliki alasan atas segala kehendaknya yang diberikan kepada manusia. Tak lama tinggal di rumah baru tersebut, Papah Adi mendapatkan teman baru, bernama Tante Nia. Dia tinggal dekat dengan rumah Diana, Tante Nia memiliki dua anak, dan memiliki status yang sama seperti Papah Adi. Dia baik dan perhatian kepada Diana dan Reita. Anak-anak Tante Nia, Ariana dan Genta pun anak-anak yang ramah.
            Papah Adi dan Tante Nia sudah cukup sering mengajak Diana, Reita, Ariana dan Genta untuk bermain atau makan malam bersama. Pertemuan dan kebersamaan tersebut ternyata memiliki tujuan bagi Papah Adi dan Tante Nia, mereka berencana untuk menjadi keluarga bersama dengan menikah. Dengan kasih sayang yang menjadikan mereka satu keluarga.
            Ariana menjadi kakak baru bagi Diana. Ariana berumur 3 tahun lebih tua dari Diana, sikapnya yang dewasa dan perhatian kepada Diana dan Reita. Genta adalah sosok adik laki-laki bagi Diana, walaupun mereka tidak dekat, tapi Diana menyayangi Genta seperti adiknya sendiri.
            Ariana saat itu duduk di bangku akhir SMA dan Diana duduk di bangku akhir SMP. Selesai kelulusan SMA, Ariana yang berpindah keluar kota dan melanjutkan sekolah di perguruan tinggi negeri.
***
            Diana yang melanjutkan sekolah ke jenjang SMA itu memulai hari barunya menjadi seorang gadis dengan seragam putih dan abu-abu. Diana memiliki takdir yang beruntung, dirinya dikelilingi orang-orang yang menyayanginya, seperti sahabatnya sejak 3 tahun sebelumnya, Lia. Mereka bersekolah di tempat yang sama, walau dengan kelas yang berbeda. Sejak SMP mereka sudah dekat, hingga sekarang mereka seringkali berkumpul, les, atau main bersama sekedar untuk saling berbagi cerita, mereka seperti kakak-adik dan uniknya mereka dapat berkomunikasi lewat pandangan seperti memiliki kontak batin diantara mereka. Diana dan Lia merasa mereka bukan sahabat, bahkan seperti seorang saudara yang erat hubungannya.
            Setelah setahun duduk di bangku SMA, Diana mendapatkan kelas IPA yang di cita-citakannya, selain itu Diana mendapat kelas yang sama dengan Lia, sahabatnya. Semakin dekat dengan sahabatnya, Diana semakin yakin, Tuhan sangat menyayanginya dengan berbagai cara unik.
            Jatuh cinta. Diana mulai jatuh cinta dengan teman sekolahnya. Entah bagaimana caranya, Diana jatuh cinta dengan cara yang aneh, karena beberapa kali bertemu temannya dalam mimpi dengan cerita unik. Diana merasa aneh dengan keadaan hatinya setelah sering mendapatkan mimpi itu bahkan saat melihat temannya itu.
            Devon. Teman Diana yang menjadi objek utama dalam pikirannya setiap hari setelah Diana jatuh cinta. Setiap hari bertemu dengan Devon membuat cerah harinya Diana yang semakin mengagumi sikap Devon. Perilakunya yang baik hati dan ramah membuat Diana memikirkan hal itu hanya untuknya. Kedekatan mereka dimulai. Devon yang pernah mengantarnya pulang walaupun rumah mereka tidak satu arah. Devon yang sudah beberapa kali ke rumah Diana namun masih saja salah jalan saat mengatarkan Diana, mereka yang hampir menabrak seorang ibu-ibu saat sepulang sekolah karena Devon yang terlalu mengebut saat membawa Diana pulang di saat hujan. Devon yang mengajarkan Diana beberapa cara untuk melipat berbagai bentuk unik dengan kertas lipat yang selalu dibawa Diana. Devon yang menemani Diana ataupun Diana yang menemani Devon hingga larut walau sekedar saling mengirim pesan singkat. Sederhana, namun membuat Diana menginginkan Devon selalu bersikap itu kepadanya.
            Devon adalah siswa yang memiliki banyak prestasi di sekolah. Banyak siswi di sekolahnya yang menyukai Devon. Lantas hampir setiap hari Diana melihat siswi-siswi yang seringkali disebut-sebut sebagai kekasihnya atau gebetannya. Diana memang yakin Devon tidak memiliki kekasih, tetapi sikap baik dan perhatiannya itu selalu di berikan kepada semua temannya dan itu membuat Diana percaya tentang perasaan gadis-gadis lain yang menyukai Devon.
            Akhirnya, Diana memutuskan untuk menutupi perasaannya itu di depan Devon dan bersikap sewajarnya sebisa dirinya menata hatinya agar Devon tidak mengerti. Sesekali Diana tahu, saat Devon memergoki matanya yang sedang memerhatikan Devon atau terlalu lama menatap matanya saat berbicara. Namun Diana yang memiliki banyak akal, selalu saja mencoba untuk meyakinkan Devon bahwa dimatanya Devon sama seperti dengan teman laki-laki lainnya.
            Jatuh cinta ini membuat Diana semakin ingin menjadi terbaik bagi semua orang yang disayanginya. Diana berusaha mengubah dirinya menjadi lebih baik dalam berbagai bidang, membangkitkan semangatnya dan mengukir prestasi yang membanggakan. Hingga saat mengikuti Ujian Nasional, ia mendapatkan peringkat terbaik Nasional. Diana tak pernah menyesal pernah mengalami jatuh cinta seperti itu, karena membantunya menjadi lebih baik.      
***
            Kelulusan sekolah tiba, cita-cita Diana sebagai Mahasiswi Kedokteran Umum di salah satu perguruan tinggi negeri terbaik tercapai. Teman-temannya pun tak kalah mendapatkan kesempatan meraih cita-citanya bersekolah di tempat yang diinginkan. Kebanggaan bagi sekolah Diana dengan prestasi yang di capai oleh angkatan Diana yang mendapat hasil Ujian terbaik.
            Menjadi seorang Mahasiswi Kedokteran bukan hal yang mudah bagi Diana. Keadaan yang berbeda dengan saat dirinya di SMA dan perguruan tinggi cukup membuatnya sering kelelahan. Namun hal itu tak menghalanginya untuk terus mencari pengalaman. Saat menjadi mahasiswi kedokteran, ia mengikuti beberapa organisasi, salah satunya organisasi antarperguruan fakultas Kedokteran, ia menjadi salah satu perwakilan dari kampusnya. Berjalan dari hal itu semua, semakin aktif dalam organisasi, Diana menjadi salah satu duta di bidang kesehatan di usia mudanya. Kegigihan dalam berusaha menjadi yang terbaik selalu ingin ditunjukkannya. Hal itu pula yang membuatnya melupakan kisah cintanya kepada Devon, teman semasa sekolahnya dulu.
***
            Pada salah satu acara seminar yang di adakan oleh Universitas ternama di Nusantara, Diana menjadi salah satu pemateri seminar tersebut. Dalam acara tersebut, Diana tak menyadari akan hadirnya seseorang yang sudah tiga tahun yang lalu tak di jumpainya sejak kelulusan SMA.
            Akhir acara tersebut, Diana di hampiri seseorang dengan almamater hijau tua yang merupakan ciri salah satu perguruan tinggi negeri. Kehadirannya mengejutkan Diana. Menyadari orang tersebut berubah di mata Diana, orang tersebut terlihat lebih, menarik pandangan Diana.
            Devon. “Hai.” Sapaan  yang dirindukan Diana sejak kelulusan SMA, tatapan yang di tunggu oleh Diana setiap bertemu dengan berbagai orang, senyuman yang di nantikan Diana setiap kali dirinya melihat foto kenangan semasa sekolah.
            Setelah pertemuan itu, Devon mengajak Diana untuk bernostalgia sejenak dan bertukar cerita selama menjadi seorang mahasiswi dan aktivis nasional. Diana dengan senang hati menerima ajakan Devon.
            Sejak itu, Devon sering menghubungi Diana atau mengunjungi rumah Diana bahkan sesekali berbincang dengan Papah Adi yang mengenal Devon sejak Diana menceritakan Devon kepada ayahnya semasa sekolah. Papah Adi yang usil, menggoda Devon untuk mendekati putrinya, membawa hubungan mereka kelangkah lebih serius karena Papah Adi tahu, Diana dan Devon memang sudah sepantasnya untuk berjalan lebih serius dengan hubungan yang mereka tutupi  satu sama lain sejak masa SMA.
            Akhirnya, Devon mengikuti saran Papah Adi. Diana diajak untuk mengunjungi orang tua Devon dan mendekatkan mereka. Devon memiliki rencana untuk mengajak Diana menjadi teman sejati dalam hidupnya. Diana terkejut saat makan malam bersama di sebuah lesehan favorit mereka, Devon mengatakan ingin melamarnya. Diana tidak bisa memberikan kalimat yang pantas untuk mengungkapkan rasa bahagianya itu.
***
            Setelah menyelesaikan studinya, Devon yang memiliki prestasi membanggakan itu langsung mendapatkan pekerjaan tetap di sebuah perusahaan ternama. Jabatan yang di miliki Devon saat itu menjanjikan akan kehidupannya, hal itu membuat dirinya yakin untuk melanjutkan hubungan dengan Diana yaitu menikahi gadis yang di sayanginya sejak SMA itu.
            Diana yang masih melanjutkan sekolah kedokteran di sebuah perguruan tinggi dan mengambil jurusan spesialis jantung itupun menyetujui keinginan kekasihnya. Diana sudah merasa sudah cukup bahagia dengan hidupnya ini. Tuhan memberikan kasih sayang teramat banyak baginya, walaupun dirinya pernah kehilangan seorang ibu yang terbaik dalam hidupnya, tetapi Tuhan masih memberikan Papah Adi, Reita, Tante Nia, Ariana, Genta, Lia dan Devon dalam hidupnya serta cita-citanya sebagai dokter tercapai dengan kehendakNya.

            “Terima kasih Tuhan, Engkau MahaAdil dalam segala hal terbaik, Engkau memberikan semua di dunia ini dengan berpasangan. Tanpa pandang apapun, Engkau memberikan hal terindah dalam hidupku. Kasih sayang dari semua orang di sekitarku ini. Terima Kasih, Tuhan...” bisik Diana dalam doanya.

UNFORGETABLE

by Cynthia Devni
Sesaat aku tidak menyadari, bahwa dia akan menjadi seseorang dalam hidupku.
            Waktu itu berjalan cepat sekali, waktu tidak pernah merangkak, bagiku waktu berlari. Bagaimana aku bisa memahami bahwa aku dan dia akan menjadi adik dan kaka.
            Semasa sekolah menengah pertama, aku memang pernah melihat wajahnya. Mungkin pernah sesekali berkomunikasi melalui sosial media. Seringnya aku melihatnya mengayuh sepeda dengan semangat saat berangkat sekolah, saat pulang sekolah pun aku selalu melihatnya di jalan yang sama. Jalan menuju rumahnya dan itu tepat berada di jalan depan perumahan tempat tinggalku.
            Setahun setelah kelulusannya, aku tidak pernah lagi melihat. Aku bahkan pindah rumah. Baiklah, aku mulai tidak peduli dengan orang sepertinya. Namun, dia hadir kembali. Menghadirkan ingatan lamaku. Berawal dengan sosial media.
            Tak lama, dia sering menghubungiku, dia mau mendengarkan ceritaku, dia mau menemaniku. Sesaat aku berpikir, tak ada salahnya aku mempercayainya tuk mendengarkan hampir semua ceritaku. Dia mampu menjadi pendengarku. Dia mampu menjadi kakak yang menasihatiku. Dia menjaga pikiranku agar selalu bahagia, tersenyum bahkan tertawa.
            Aku masih bingung mengapa Tuhan mengirimkan hadirnya lagi, menjadikan dirinya seseorang yang aku butuhkan saat aku merasa jatuh, saat aku merasa bahagia. Dia mampu pahami aku, itu yang aku suka.
            8 bulan itu bukan waktu sebentar bagiku, banyak hal berarti saat aku mendapat semua petuah darinya. Dia memotivasi hidupku. Dia mengenal duniaku. Mungkin karena memang itulah kelebihannya. Dia hebat. Beruntung aku berada di posisi seperti ini, selalu di temaninya.
            Bulan itu, dia mendapat tugas sekolah ke salah satu daerah di Bandung. Mungkin sekitar dua bulan dia menjalaninya. Bulan itu yang aku suka, dia tidak di samping pacarnya, aku bisa bebas menghubungi, tidak perlu takut kapanpun aku bisa memintanya menghubungiku. Walau sekedar sms, itu bisa menenangkan pikiranku. Caranya. Gayanya. Mengalihkan perasaan sedihku menjadi senang, perasaan senang menjadi kebahagiaan. Kebahagiaan yang sederhana namun sangat indah.
            Kebiasaan dia mengejekku, selalu aku rindukan itu. Aku tidak pernah marah untuk menjadi ‘dorami’ bagi dia. Karena dia ‘doraemon’ bagiku. Aku tidak pernah marah jika menjadi ‘bulet’nya karena dia adalah ‘ndut’ bagiku. Aku menyukai hubungan ini.
            Mimpi-mimpi. Aku dan dirinya pernah bercerita mimpi masing-masing, kami memliki mimpi setinggi mungkin. Aku akan menjadi seorang dokter spesialis yang sukses dan dia akan menjadi ahli komputer yang hebat. Sekolah yang kami inginkan pun tidak di ragukan. Aku ingin sekoalh di Universitas Indonesia dan dia ingin melanjutkan sekolah di Institut Teknologi Bandung. Kami memiliki cita-cita membanggakan orang tua. Ya, itu kesamaan mimpi kami.
            Hampir setiap hari kami berkomunikasi, saling mengabarkan dan menceritakan hari-hari dan kejadian yang kami lewati. Senang. Sedih. Kesal. Sahabat. Pacar. Apapun, siapapun, dan bagaimanapun. Itu indah, aku bahagia. Setiap ucapannya melalui sms selalu membuatku bahagia, terutama kalimat ‘ade, kaka sayang sama ade’. Kebahagiaan luar biasa bukan? Aku menyayanginya juga.
            Setiap malam sebelum kami beristirahat, sms-an itu kewajiban. Namun malam itu, satu malam yang beda. Dia bercerita tentang masa SMP kami. Dia mengatakan satu hal yang selama ini yang tidak aku ketahui. Entah apa.
            Sekian lama, kami belum pernah bertemu lagi. Kerinduan melihat rupa wajahnya terbesit. Mungkin aku penasaran dengan posturnya yang kini menjadi lelaki 17 tahun. Bagaimana bisa aku menebak kalau sekolah kita pun berjauhan.
            Bulan depan akan di adakan sebuah acara besar di sekolah lama kami. Itu kesempatan bagus, pikirku. Aku bisa bertemu dengannya, dan dia menyanggupi untuk berusaha datang tanpa kekasihnya. Baiklah, kekasihnya yang super cemburuan itu. Aku menunggu acara itu segera hadir. Tak sabar melihatnya.
            Acara itu memenuhi sekolah lama kami, banyak alumni yang hadir. Aku tidak bisa menemukannya di antara banyak orang itu. Aku sulit mengenalinya yang sekarang. Tapi sesaat aku berdiri, aku melihat dia melewati tanpa menyadariku berdiri disana, namun aku pikir dia sengaja untuk mengerjaiku, tidak melihatku misalnya.
            Aku meneriaki panggilanku kepadanya, dia menoleh. Ya, berhasil, kami bertemu saat itu dan kami mencari tempat aman tanpa menghalangi orang-orang yang sedang berlalu-lalang. Percakapan kami di mulai. Namun tidak seperti yang di harapkan, gangguan hadir, kami tidak bisa lama bercakap-cakap bersama. Aku harus segera menghampiri sahabatku saat itu yang menungguku untuk diantar pulang. Baik, itu pertemuan singkat.
            Perjalanan hubungan kami memang seperti semakin dekat. Aku sadari, aku ‘dorami’ baginya. Bagiku juga dia ‘doraemon’ selalu mempunyai alat khusus untuk yang aku butuhkan. Aku adiknya dan dia kakakku. Aku jelaskan hubungan ini. Aku menyayanginya sebagai kakakku dan dia menyayangiku sebagai adiknya. Istimewa bukan?
            Kini, aku di kenalkan dengan sahabat kecilnya, sahabat dekatnya, seseorang yang mungkin dekat dengannya. Dia mencoba membuatku untuk saling kenal dengan sahabatnya, namun alhasil aku menganggap sahabatnya sebagai kakakku juga.
            Saat ini, aku mempunyai dua kakak laki-laki yang baik dan menyayangiku. Mereka selalu ada untukku, mendengarkan ceritaku, memberiku nasihat agar tetap menjadi anak yang baik. Lucu bukan? Aku menyukai hubungan kami bertiga. Persaudaraan kami semakin erat karena mereka bersahabat dan merekapun menjadi kakak-kakakku. Aku tidak pernah menyangka, Tuhan merencanakan hubungan ini, Tuhan menrancang cerita ini. Aku mengenal mereka tanpa sengaja, aku menjad adik mereka tanpa rekayasa. Aku tulus.
            Persaudaraan memang bukan sebuah hal yang bisa di buat-buat karena persaudaraan akan hadir kepada mereka yang tulus saling menyayangi, mengerti, dan apa adanya. Kami bukan terlahir dari ibu yang sama. Kami bukan satu keluarga. Orang tua kami tidak ada yang menikah dengan satu sama lain. Namun kami memahami bahwa saling menjaga, mengarahkan, mengingatkan adalah kewajiban di antara kami.


            Mereka adalah Fachrul dan Husain.

feel free, let it go.

Rindu.
Satu perasaan yang muncul saat keadaan yang biasa terjadi, tidak terjadi.
Satu rasa yang wajar--muncul ketika awal proses melupakan.

Jatuh cinta.
Rasa yang bisa saja seketika bersemi ketika merasa sakit--sedih.
Satu rasa muncul warnai keadaan menyedihkan itu menjadi sebuah warna cantik.

Telah lama aku duduk disini.
Dengan sejuta harapan,
mimpi yang menjemu.
Sejenak aku berpikir tuk katakan saja ini.
"Jadikan aku pacarmu.
Hiasi hidupku.
Iringi kisahku.
Warnai hariku.
Bingkai aku dengan cintamu.
Jangan tinggalkan aku, sambut aku dengan senyummu.
Ajak aku dalam tawamu.
Izinkan aku memilikimu."

Sakit hati.
Luka yang dibuat oleh keadaan kecewa.
Harapan yang mengiringi seketika lenyap.
Terkadang entah kemana namun meninggalkan bekas luka.

Kau seperti nada-nada dalam hidup.
Mengiringi langkahku.
Kau buat ku bersemangat.
Kau juga bisa,
buatku gila, sakit, menangis, dan sepi.
Alunan yang kau ciptakan selalu menjadi lagu,
dalam hidupku. Selalu ada.

Malam penuh bintang.
Kau datang padaku.
Kau dekati aku.
Aroma tubuhmu ku rasakan.
Malam indah begitu hangat dengan senyuman.
Ku wanita, engkau lelaki,
aku mencintaimu, begitupula kamu.
Andai saja kelak aku pengantin dirimu.
Aku memilikimu.
Pasti ku bahagia malam itu.
Namun harus ku pejamkan lagi mataku,
jatuh cintaku dalam mimpi.
Kau hanya pangeran dalam mimpi,
jumpai aku dalam nyata.